Rabu, 31 Desember 2008

Sejarah singkat Eyang Kakung (Continued III)

Keluarga Besar Mayoran

Dizaman Pendudukan Jepang

Diawali ketika pembangunan rumah di Mangkubumen Kulon Gang 5 Nomor 3 selesai, Keluarga Besar Mayoran mulai hidup baru di rumah sederhana yang di design sendiri oleh Almarhumah Moes (Ibu). Rumah baru itu terdiri dari Ruang Tamu, Ruang Keluarga, Ruang Makan, 4 Kamar Tidur besar, 2 Kamar Pembantu, Dapur , 2 Kamar mandi, 2 WC, 1 Kamar Mandi Pembantu, 1 WC Pembantu. Design rumah ini memang masih kental sekali dengan adat Jawa, misalnya ruang tamu yang dibeda-bedakan antara tamu-tamu orang tua terhormat, tamu anak-anak, tamu ibu-ibu kelas bawah, kamar mandi WC yang terletak jauh dari kamar tidur, dan lain sebagainya.

Sesuai dengan kondisi waktu itu dimana tidak ada “semen” di pasaran, rumah ini dibangun hanya 1 meter saja yang menggunakan dinding bata, sedang atasnya digunakan bambu yang telah direndam selama 3 bulan (untuk pengawetan) yang didatangkan dari desa “Kodokan” sekitar 15 Km sebelah Timur Kota. Bambu-bambu itu kemudian dibelah dipukul-pukul diratakan, dan dalam keadaan utuh itu kemudian dianyam. Sebelum dikapur terlebih dulu didempul dengan menggunakan kotoran sapi yang baru keluar dicampur dengan kapur hingga nyaris anyaman bambunya tidak kelihatan. Kebetulah dekat rumah ada yang pelihara sapi perah. Demikian pula waktu itu tidak ada kapur yang khusus untuk mengapur dinding. Yang ada hanyalah batu kapur yang sudah dibakar, dan sebelum dipakai cukup direndam dalam air. Kwasnyapun hanya menggunakan batang padi yang diikat, di pukul-pukul pada ujungnya untuk mengeluarkan seratnya.

Demikian sederhananya rumah Keluarga Besar Mayoran waktu itu, yang sangat kontras dengan rumah sebelumnya. Tetapi kami sekeluarga ternyata dapat menikmatinya berkat kami sekeluarga memang menerimanya dengan ikhlas dizaman perang itu. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu tahap demi tahap telah dilakukan rehabilitasi dan perbaikan-perbaikan, yaitu antara lain pengecatan pintu-pintu dan jendela, lantai, dinding bata yang semula hanya 1 meter dinaikkan, pembuatan kamar mandi dan WC didalam, dan lain-lain

Dijaman pendudukan Jepang itu tidak ada yang hidup tidak menderita. Maka dari itu Keluarga Besar Mayoran bahkan merasa bersyukur dapat hidup mandiri meskipun tidak ada masukan sesenpun. Ini berkat halaman rumah yang luasnya 1500 m2 banyak tanaman yang dapat menunjang kehidupan. Antara lain 25 batang pohon kelapa yang buahnya sangat mahal waktu itu, kemudian juga 5 batang pohon nangka, dan lain-lain. Disamping itu setiap jengkal tanah telah dimanfaatkan untuk menanam sayuran dari cabe, kacang panjang, bayam, pare belut, sawi dan lain-lain sampai palawija, seperti singkong, ubi jalar, jagung, dan juga berbagai jenis pisang. Tanah disekitar rumah memang sangat subur karena pada saat pembangunan tanah disekitar rumah digali untuk meninggikan bangunan rumah, dan galiannya kemudian diisi dengan sampah. Waktu itu tinggal minta ke DPU, Djawatan Pekerjaan Umum, dan gerobag demi gerobag berdatangan mengisi galian. Mana waktu itu belum ada sampah plastik hingga seluruhnya langsung menjadi kompos. Disamping itu halaman yang luas juga dimanfaatkan untuk berternak ayam yangsesekali bisa dipotong untuk menu makan istimewa, waktu itu. Kenangan yang mengesankan yaitu sehabis hujan mencari pohon singkong yang tumbang. Singkong itu kemudian dibuat berbagai makanan, antara lain blanggreng, yaitu digoreng setelah diberi bumbu, klenyem, singkong diparut dibuat bulat-bulat dan dalamnya diisi gula merah kemudian digoreng, jongko, singkong diparut dibungkus daun pisang dalamnya diisi gula merah kemudian dikukus, balung ketek , singkong dikupas dan dikukus, diiris-iris, dijemur kering, digoreng dan kemudian dilapis dengan gula putih.

Maklum waktu itu tidak ada tepung trigu jadi tidak ada roti, dan makanan seperti itu sudah terasa nikmat sekali. Kenangan seperti ini tentu tidak terbayangkan oleh para generasi diabad ke 20 yang sudah biasa makan roti, fried chicken, hamburger, spageti, pizza, hoka-hoka bento, dan lain sebagainya.

Kondisi social masyarakat waktu itu sangat statis, mendengarkan radio saja hanya dari pemancar local. Untuk itu semua radio disegel agar tidak dapat mendengarkan siaran radio lain, terutama berita dari luar negeri. Yang ketahuan pasti segera ditangkap oleh Kenpetai, dinas rahasia Jepang yang terkenal sangat kejam sekali. Itulah sebabnya ketika

Jepang kalah perang banyak masyarakat yang menyerbu Kenpetai untuk melampiaskan pembalasan dendamnya. Gedung Kenpetai yang terletak di jalan Purwosari, sekarang jalan Slamet Riyadi menjadi saksi bisu semua itu. Konon gedung itu menjadi sanget “angker” hingga dibiarkan begitu saja terbengkalai sampai bertahun-tahun. Kini dibekas gedung tersebut telah dibangun Hotel Cakra, dan konon ada salah satu kamar hotel yang masih tetap angker.

Dijaman Jepang ini anak-anak sekolah dikenalkan dengan senam pagi yang disebut dengan “taiso” yang dilakukan sebelum mulai belajar. Dan pernah pula kepada anak-anak diberikan sarapan pagi setelah senam, tetapi hal ini tidak berlangsung lama.

Demikianlah kehidupan Keluarga Besar Mayoran dijaman Jepang ini menjadi terbiasa oleh keadaan meskipun sangat kontras dengan kehidupan sebelumnya yang tidak pernah terbanyangkan sebelumnya. Bagaimana tidak, untuk makan sehari-hari disamping memanfaatkan hasil kebun sendiri, juga melakukan barter dengan menjual buah kelapa yang mahal harganya waktu itu untuk membeli beras, daging, dan kebutuhan makan lain.

Disinilah para putro sangat kagum kepada Almarhumah dan Almarhum Moes dan Pappie yang tetap bisa memberikan makan dengan nasi, sementara masyarakat banyak yang hanya mampu makan “nasi jagung”. Mungkin karena kami Keluarga Besar Mayoran tidak pernah mengeluh, bahkan selalu bersyukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa. Disamping memang situasi dan kondisi waktu itu memang demikan adanya.

Menjelang akhir tahun 1945 itu memang sudah tersebar berita kekalahan Jepang di perang Pasific menyusul kemudian Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Maka berakhirlah penjajahan Jepang di Indonesia.

3 komentar:

  1. We're very proud of you, Dad !
    Love you always ...
    Anton - Wazna - Vio - Dei

    BalasHapus
  2. keren banget keluarganya nice too see you

    BalasHapus
  3. kalo memang mau pesen krudung tinggal pesen aja lewat aku gpp...aku desainernya koq.

    BalasHapus